Saya buru-buru lempar tas, sepatu dan seragam sekenanya di ruang tengah rumah. Mumpung sepi, Emak dan Bapak rupanya lagi ga ada. Jalanan menurun dari arah sekolah mempercepat langkah saya untuk segera ganti pakaian celana pendek dan kaos oblong gambar power rangers. Teman-teman sudah menunggu di perempatan kampung. Siang panas terik tak jadi soal, saya lari menuju mereka tanpa sandal. Ramai-ramai bertujuh, kami seperti tentara yang sedang menjalani misi hasil rencana di warung sekolah pada jam istirahat kelas pagi tadi.

Kami lewati tegalan dan barongan menuju utara, menyeberang jalan raya yang tidak begitu ramai depan pabrik tekstil Wastra Indah. Belum makan siang bukan jadi halangan, karena kami sikat apa saja sambil lewat buah jambu dan belimbing yang banyak tumbuh depan rumah entah siapa. Kami makin riang gembira karena tahu tujuan hampir sampai. Setelah belok kiri dari jalan raya masuk jalanan kampung belum beraspal, kami balapan lari dan berhenti di ujung jalan, di halaman masjid yang kata guru ngaji saya merupakan masjid tertua di kota kami.
Sambil ngos-ngosan karena capek lari sejauh 300 meter dan cekikikan, satu persatu kami mulai lepas kaos memasuki gang depan masjid yang lebarnya sekitar setengah dari jalan kampung tadi. Bergegas sambil telanjang dada diantara pohon bambu, jalanan ini agak curam menurun. Dari atas, kami lihat pohon Loh besar menjulang dan langsung saja meloncati akarnya yang menunjang dan .. byuuurrr…

Saya ngerem mendadak, ketawa aja dari atas melihat enam teman saya yang teriak-teriak protes kenapa saya ga ikut loncat ke blumbangan. Hahaha, saya ga bisa berenang!
Kolam air yang hampir seluas lapangan bola itu tadinya jernih, gara-gara rombongan saya meloncat dari atas setinggi 3 meter langsung jadi seperti adukan kopi. Tapi ga ada yang protes, karena adegan serupa juga dilakukan oleh anak-anak seumuran kami yang lain. Siang itu blumbangan cukup ramai, karena besok hari libur sekolah. Orang dewasa pria wanita agak menepi ke bagian kolam sebelah barat karena disana cukup tenang untuk mandi berendam, juga ga begitu dalam.

Saya pun jalan mengitari kolam sambil mainan daun dan pelepah bambu yang berserakan. Warung kopi dan pemancingan di timur blumbangan sebagian diduduki gerombolan remaja SMA, sebagian ngelesot sekenanya di tepi empang sambil ngerokok.
Sebelum nyemplung, mandi berendam dan berenang gaya batu nempel di tepian, saya sempatkan manjat pohon cherry di utara kolam sambil nengok ke bawah anak-anak seumuran saya ramai-ramai nyeser ikan kecil diantara sayur selada.

Adzan ashar dari masjid jadi tanda untuk kami bergegas pulang ke rumah. Meski cuaca sedang kemarau dan panas terik, tapi angin hawa dingin kota kami sesekali menggigilkan tubuh-tubuh kecil yang masih basah se celana-celananya. Misi sudah selesai terlaksana, kami pulang ke rumah masing-masing, sudah masuk waktu untuk berangkat mengaji sore. Salah satu dari kami pulang dengan telanjang dada, karena lupa menaruh kaos oblongnya entah dimana pas renang di blumbangan tadi. Ini masih mending, ada anak yang pulang tanpa celana, biasanya disembunyikan temannya sendiri.

Saya bergegas masuk rumah lewat pintu belakang langsung masuk kamar mandi untuk bilas badan persiapan mengaji. Lewat ruang tengah mau masuk kamar ganti pakaian, Emak saya berdiri depan pintu. Sambil pasang mimik muka ala Presiden Soeharto, dingin, senyum dengan mata menyipit, gagang sapu lidi sudah digenggamannya. Kontan saja seisi rumah langsung ramai tangisan saya menahan sakit karena pantat dihajar Emak yang sesiang tadi kebingungan, karena saya selepas sekolah bukannya makan siang dulu malah dolan tanpa pamit dan dengar  kabar dari tetangga yang tak sengaja melihat saya dan teman-teman ramai-ramai mandi di BLUMBANG MACARI.

Blumbang Macari ada di Jalan Lahor Dusun Macari Desa Pesanggrahan Kecamatan Batu Kota Batu. Blumbang adalah nama lokal menyebut kolam alami yang bersumber dari mata air di sekitarnya, luasnya tidak lebih dari 100 m2, kedalamannya tidak lebih dari 2 meter. Saat ini, Blumbang Macari tetap difungsikan sebagai kolam bermain anak-anak MI Darul Ulum Macari, konservasi ikan, pohon Loh, dan area pendidikan Pesantren Rakyat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *